Dari gambaran tersebut maka UPTPBAT Umbulan melaksanakan program Pemuliaan Broodstock Induk Ikan Nila yang
bertujuan untuk menghasilkan induk ikan nila strain / varietas baru yang
memiliki kriteria yang bersifat unggul dalam pertumbuhan. UPT PBAT Umbulan ini
nantinya diharapkan mampu mensuplay kebutuhan induk unggul bagi UPTD dan UPR
serta kekurangan benih di masyarakat pembudidaya ikan.
Pemuliaan dengan program seleksi yaitu Seleksi
Individu yang mengikuti Standar Prosedur Operasional (SPO) 01 yang dikeluarkan
oleh Pusat Pengembangan Induk Ikan Nila Nasional yang telah dimodifikasi sesuai
dengan kondisi lapangan.
1.2. Sejarah Singkat
Pelaksanaan kegiatan pemuliaan induk ikan nila berlangsung
dalam kurun waktu pengerjaan 3 ( tiga ) tahun di UPT PBAT Umbulan – Pasuruan.
Kegiatan pemuliaan yang dilaksanakan menggunakan metode SELEKSI INDIVIDU.
Kegiatan seleksi individu ini menggunakan 6 strain
induk antara lain Nila Hitam G3, Nila Hitam G6, Nila Hitam Punten, Nila Merah Citralada, Nila
Merah KedungOmbo, Nila Putih Sleman.
Dari kegiatan tersebut telah didapatkan hasil tiga
generasi yaitu hasil Seleksi Individu I yaitu F1, hasil Seleksi Individu II
yaitu F2 dan Hasil Seleksi Individu III yaitu F3. Perbanyakan calon induk
dilakukan pada hasil seleksi individu III (F3) yaitu F1 Nila Jatimbulan. Berdasarkan
hal tersebut dan sediaan calon induk yang ada pada saat ini di UPT PBAT
Umbulan, maka ikan nila hitam hasil Seleksi Individu (F3) layak untuk dijadikan
induk penjenis dan dilepas oleh Menteri kelautan dan Perikanan dan di
diseminasikan kepada instansi atau pembudidaya yang memerlukan.
Berdasarkan hasil pertemuan Pelepasan Ikan Nila
Hasil Seleksi Individu pada tanggal 30 Oktober 2007 di Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta telah diperoleh
keputusan bahwa ikan Nila hasil Seleksi Individu yang disetujui untuk dilakukan
pelepasan adalah Ikan Nila Hitam dengan
nama NILA JATIMBULAN. Pelepasan varietas Ikan Nila
Jatimbulan sebagai Galur Unggul Induk Ikan Nila diputuskan kepada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep. 11/ MEN/ 2008. Dari hasil
monitoring dilapang, performan ikan nila hitam tersebut dari generasi ke
generasi menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang cukup berarti.
BAB II. BIOLOGI NILA JATIMBULAN
2.1. Klasifikasi
Sistematika ikan nila Jatimbulan
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo :
Percomorphii
Sub ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus.
Nama Indonesia : Nila
(ditetapkan oleh Dirjen Perikanan tahun 1972)
Strain :
Nila Jatimbulan (SK Menteri Nomor. 11/ MEN/2008)
2.2.
Deskripsi Morfologi
No.
|
Karakteristik
|
Satuan
|
Nilai
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1.
|
Asal
|
|
|
|
Hasil
Seleksi Individu ikan nila 6 strain : Nila GIFT G-3, GIFT G-6, Hitam Punten,
Merah Citralada, Merah KedungOmbo, dan Nila Putih Sleman
|
|
|
2.
|
Karakteristik Morfologi dan Morfometrik Nila Jatimbulan
|
|
|
|
-
Panjang Total (PT)
|
cm
|
25 - 32
|
|
-
Panjang Standar (PS)
|
cm
|
23 –
26.7
|
|
- Tinggi
Badan (TB)
|
cm
|
8 - 11
|
|
- Linea
Lateralis (LL)
|
|
38 - 41
|
|
- Lebar Mata (LM)
|
cm
|
1.5 - 2
|
|
- Jumlah Sirip Punggung
|
|
D : XVI – XVII. 12 – 13
|
|
- Jumlah
Sirip Dada
|
|
P : 12 -
13
|
|
- Jumlah
Sirip Dubur
|
|
A : III.
9 - 10
|
|
- Jumlah
sirip Perut
|
|
V : I. 5
|
|
- Jumlah
Sirip Ekor
|
|
C : 16 -
17
|
|
- Warna
punggung
|
|
Abu-abu
kehijauan
|
|
- Warna
perut
|
|
Putih
keabu-abuan
|
|
- Warna
operculum
|
|
Abu-abu
kemerahan
|
|
- PS/TB
|
|
2.22 –
2.45
|
|
-
Prosentase daging
|
%
|
30 - 40
|
3.
|
Karakter Reproduksi
|
|
|
|
Kematangan
gonad pertama
|
Bulan
|
6 (enam)
|
|
Berat
Induk
|
Gram
|
400
|
|
Fekunditas
|
butir
|
1800 –
2500
|
|
Diameter
telur
|
mm
|
2 – 2.5
|
|
Warna
telur
|
|
Kuning
|
|
Daya
tetas telur
|
%
|
90
|
|
Sintasan
|
%
|
85
|
4.
|
Karakter Genetik
|
|
|
|
-
Genetik Gain (F1 – F3)
|
%
|
19.47 –
21.59
|

2.3. Syarat dan Kebiasaan hidup
Ikan nila Jatimbulan memiliki
toleransi yang tinggi terhadap lingkungan sehingga dapat dipelihara di dataran
rendah yang berair payau hingga dataran tinggi yang berair tawar. Habitat hidup
ikan nila Jatimbulan cukup beragam, dari sungai, danau, waduk, rawa, sawah,
kolam, hingga tambak. Ikan nila dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu
14-380 C dan dapat memijah alami pada suhu 22-370 C.
Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan suhu optimum bagi ikan nila adalah 25-300
C.
BAB III. KEGIATAN
OPERASIONAL BUDIDAYA
3.1.
Pembenihan
3.1.1. Pengelolaan Induk
A. Seleksi Induk
Seleksi
dan penyimpanan induk dimulai dari calon induk, induk produksi dan induk
penjenis/induk pokok. Pengelompokan terhadap induk terpilih atas dasar :
· Sifat Kualitatif (asal, warna, bentuk tubuh,
gerakan)
· Sifat Kuantitaf ( Umur, panjang total, berat tubuh,
Fekunditas, dan morfometrik tubuh lainnya)
Sifat Kualitatif dan
kuantitatif induk ini didasrkan pada Kriteria mutu induk ikan Nila Hitam : SNI = 01 - 6138 – 1999.
Kriteria Kualitatif induk ikan
nila
SNI No. 01 - 6138 – 1999
Kriteria
|
Induk
|
a. Asal
|
Hasil
pembesaran dari benih sebar yang berasal dari induk ikan kelas induk
dasar/Grand Parents Stock ( GPS )
|
b. Warna
|
Hitam keabuan, perut putih sampai keunguan
|
c. Bentuk Tubuh
|
Normal,
Compres (pipih) dengan sisik penuh dan teratur, tidak caat dan tidak ada
kelainan
|
d. Gerakan
|
Bergerak
di permukaan sampai dasar wadah
|
Kriteria Kualitatif induk ikan
nila
SNI No. 01 - 6138 – 1999
NO
|
Parameter
|
Satuan
|
Jantan
|
Betina
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Umur
Panjang
total
Bobot
Linea
lateralis
Sirip
Fekunditas
Diameter
telur
SL/TB
|
bulan
cm
gram
buah
-
butir
mm
-
|
Min 6 - 8
Min 16 - 25
Min 400 - 600
28 - 35
DXVII.13; P 11 - 15; V I.5; A III. 10 - 11; C II.18
-
-
2.3 - 2.5
|
Min 6 - 8
Min 14 - 20
Min 300 - 400
28 - 35
DXVII.13; P 11 - 15; V I.5; A III. 10 - 11; C II.18
1000 - 2000
2.5 - 3.1
2.3 - 2.5
|
B. Pematangan Gonad
Proses pematangan gonad ikan nila Jatimbulan berlangsung selama
10-14 hari setelah pembongkaran induk/ seleksi dilakukan. Tempat atau wadah pematangan
gonad yang digunakan berupa kolam. Kepadatan induk 3 – 5 ekor/m³.
Gunakan pakan induk dengan dosis 2 % dari berat pakan ini
berupa tambahan ikan segar atau pindang ikan laut yang digiling. Atau minyak
ikan 6 % dari bobot pakan.
Tempat / wadah untuk pematangan gonad terpisah antara nila
jantan atau nila betina. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa imbas ikan
jantan mempercepat pematangan gonad. Hal ini dapat diatur dengan menyimpan induk
dalam satu kolam yang disekat dimana ikan jantan di bagian depan, dan bagian
belakang induk betina, atau meletakkan happa pematangan gonad jantan dan betina
dalam satu kolam.
3.1.2. Pemijahan
A. Wadah/Tempat
Di kolam tanah ikan Nila membuat sarang untuk memijah berbentuk
kubangan bulat dengan garis tengah 30 – 50 cm kedalaman 10 – 15 cm. Di bak, happa dan tempat lain sarang adalah
wilayah seluas tersebut di atas yang dihasilkan oleh induk jantan dan betina
jarak antar sarang 1 – 1,5 meter, sehingga jumlah jantan yang dimasukkan
kedalam tempat pemijahan sebanding dengan jumlah sarang yang bisa dibuat. Menebar
induk betina ke dalam wadah pemijahan, 5-7 hari sebelum menebarkan induk
jantan, untuk menormalkan kondisi induk dari stress akibat handling. Memasangkan
induk jantan 5-7 hari setelah penebaran induk betina dalam wadah pemijahan
dengan kepadatan 1 ekor/m2. Mengamati kemunculan larva berenang
dipermukaan air kolam pemijahan setiap hari sejak hari ke-10 setelah
percampuran induk jantan dan betina.
B. Padat Tebar dan Rasio
Jantan Betina
Induk yang masuk dalam kolam pemijahan adalah induk yang matang
gonad. Pemijahan tradisional padat tebar 1–2 ekor/m². Seleksi induk dilakukan pada
waktu suhu air tidak panas. Rasio Jantan dan betina yang digunakan dalam
pemijahan adalah 1:3 atau 1:4 yaitu 1 ekor jantan : 3 atau 4 ekor betina. Umur
produktif induk ikan nila adalah 2 – 4 tahun.
C. Pengelolaan Air
Pada perawatan induk air relatif tinggi sedang pada pemijahan
sebaiknya dangkal (40 – 60 cm). Bila suhu air kurang dari 25ºC air bisa
didangkalkan lagi sampai 30 – 40 cm. Penambahan pupuk organik sebaiknya setelah
5 – 7 hari dari penebaran induk. Pemberian pupuk organik lebih awal cenderung
mengurangi jumlah ikan yang memijah. Bila kecerahan air kurang dari 10 cm maka
air bisa dibuang sebagian dan diencerkan dengan memasukkan air baru.
D. Panen
Sistem pemanenan benih dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
panen telur dan panen larva. Panen larva dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu panen parsial dan panen total.
1. Panen Telur
Panen telur dapat dilakukan pada hari ke 10 – 12 setelah
penebaran induk. Masing- masing strata telur dikumpulkan sesuai dengan umurnya.
Telur tanpa titik mata, telur
dengan titik mata, serta larva belum aktif. Tiap kelompok dimasukkan dalam corong
penetasan yang sama. Sedang larva aktif dimasukkan dalam bak perawatan larva.
Tujuan panen telur ialah untuk memperpendek pematangan gonad
betina, mendapatkan keragaman benih lebih baik serta meningkatkan daya tetas.
Air bak pemijahan diturunkan serendah mungkin. Induk ditangkap dengan seser
kecil. Gunakan kaos tangan untuk menangkap induk. Induk yang mengerami
telur/larva dapat dilihat dari bentuk mulut serta insang membesar. Induk juga
menyendiri serta mengusir ikan lain, warna induk lebih pucat.
Tangkap dan buka tutup insang serta mulut dalam cawan/wadah
yang telah diisi air bersih. Celupkan kepala induk betina sampai telur/larva
keluar semua.
2. Panen larva
- Parsial
Panen larva parsial dapat dilakukan pada hari ke 14 – 17 setelah penebaran induk. Telur dan
larva belum aktif ditetaskan dalam corong penetasan. Bila minggu pertama sudah terdapat larva keluar
dari eraman induk, lakukan penagkapan larva. Sebab bila dibiarkan akan menjadi
pemangsa larva lebih muda pada pemijahan dengan sistem panen larva.
Pada pemijahan cara tradisional dengan panen parsial larva
dapat dipanen secara maksimal pada hari ke 15 – 21 setelah penebaran. Panen
larva dihentikan setelah hari ke 30 – 35. Benih kecil yang lolos dari panen
larva akan menjadi hama. Induk yang memijah awal akan memijah yang kedua.
Panen larva parsial dilakukan dengan seser segitiga untuk satu
orang atau seser segi empat panjang untuk dua orang. Waktu menyeser larva dapat
dilakukan pagi, siang dan sore. Waktu paling efektif untuk menangkap larva dengan
seser ialah siang hari antara jam 11.00 – 12.00, udara cerah tanpa angin larva
cenderung ke tepi bak/kolam dan mengambang di permukaan. Bila ada angin larva
cenderung mendasar dan ke arah angin. Untuk mengoptimalkan penangkapan larva
panen parsial diatur dengan menurunkan tinggi air 20 – 30 cm. Larva dilepaskan
dari eraman induknya. Cara ini dapat dilakukan di bak, kolam dan happa.
Penyeseran Larva Ikan Nila
- Panen larva Total
Panen larva total dengan cara penggelontoran ke bak/kolam yang
lebih rendah. Panen efektif setelah hari ke-21. Lewat hari ke-21 ini akan
terdapat benih kecil ukuran 1 – 2 cm. Benih ini sudah kuat menentang arus dan
tidak dapat digelontor.
Pengeluaran air petak induk diberi saringan lebar ± 1 cm. Di
depannya dibuatkan bak kontrol sedalam 0,5 meter, luas 1 m² untuk kapasitas
induk 100 ekor. Berat rata-rata induk 300 – 400 gram/ekor. Bak kontrol ini
dibuat agar gerakan induk terbatas tetapi terlindung selama larva digelontor ke
petak pendederan. Induk yang mengerami telur tetap tidak terganggu. Sebelum panen
saluran dan bak kontrol dibersihkan dari lumpur. Setelah hari ke 30 – 35 induk
ditangkap dipindahkan ke petak pemijahan lain yang telah dipersiapkan. Bila petak pemijahan terbatas,
induk ditampung ke dalam happa atau penampungan sementara lain selama 3 – 5
hari. Selama waktu ini petak pemijahan dilakukan perawatan.
Tingkat kecermatan/efisiensi penangkapan larva selain
menentukan jumlah larva yang ditangkap juga larva yang lolos dari penangkapan
akan menjadi benih ukuran lebih besar yang bersifat kanibal. Jadi penangkapan
yang tidak cermat selain larva yang tertangkap sedikit juga panen larva
berikutnya berkurang karena kanibalisme.
Kanibalisme juga akan terjadi bila waktu pemijahan diperpanjang
(lebih dari 30 hari). Induk yang memijah ulang dan memijah akhir larvanya
dimangsa benih besar.
Setiap induk dapat menghasilkan telur dan larva sebanyak 600 –
2.000 ekor – butir/induk dengan berat induk 200 – 300 gram/ekor. Jumlah induk
yang memijah 24 – 43 % perperiode/bulan. Dalam kondisi yang baik bisa mencapai
60 – 80 % induk memijah setiap periode/bulan. Setahun induk dengan perawatan
baik bisa memijah 6 – 10 kali.
Pemanenan Larva Total
3.1.3. Pemeliharaan Larva
Larva
hasil panen parsial Pemijahan tradisional berumur 10 – 12 hari. Karena panen
yang berurutan untuk seleksi digunakan saringan benih berdiameter 2 mm.
Perawatan
larva awal dalam bak, aquarium, happa selama 7 – 10 hari. Kepadatan 50 – 100
ekor/liter dalam aquarium dan 1.000 – 2.000 ekor/m³ dalam happa atau bak,
pengudaraan secukupnya. Perawatan berupa pembuangan kotoran dan sisa pakan
dengan disipon 1 – 2 kali sehari. Cara ini efisien dalam pemberian pakan tetapi
perlu perawatan/pengamatan yang lebih cermat. Hasil dari perawatan larva awal disaring dengan saringan 3 – 4 mm. Larva
yang lolos dan tidak lolos dipelihara dalam tempat yang berbeda. Perawatan
larva akhir dilakukan dalam bak atau happa yang lebih luas, ukuran wadah ± 50
m², hal ini untuk menjaga keselamatan larva bila pengudaraan mati atau air
terlalu jelek kualitasnya.
Dosis pakan 100 % dari biomas. Pengudaraan 4 – 5 titik. Tinggi
air 50 – 60 cm. Pupuk kotoran ayam 250-500/m2 dibungkus dalam karung
plastik, sebagian diratakan seperlunya. Padat tebar 1.000 ekor/m³, kalau tidak
bisa melakukan perawatan awal sebaiknya pada hari ke 10 – 15 dilakukan penyortiran,
diseser dengan waring hitam. Diameter mata jaring 4 mm. Pisahkan benih yang
tidak lolos waring tersebut.
3.1.4. Pendederan
A. Wadah
Media
yang digunakan bisa bak, kolam tanah atau happa.
B. Pengolahan Tanah Dasar
Dasar kolam tanah
sedikitnya dibajak/garu sekali setiap 3 kali penebaran. Pengeringan, perataan dasar,
penjemuran 3 – 5 hari. Saluran dan pematang diperbaiki setiap kali penyebaran.
Bila tidak dibajak/garu tanah dasar diratakan dengan sorok penggaruk tanah
sewaktu masih basah berlumpur. Pupuk kandang kotoran ayam 250-500 gram/m2,
TSP 20 gram/m2, urea 10 gram/m2 bila perlu.
Pembalikan Tanah Dasar Kolam
Pengeringan Kolam
Penggaruan/Perataan tanah dasar kolam
Pengapuran tanah dasar kolam
C. Pengelolaan Air dan Padat
Tebar
Padat tebar 75 – 100 ekor/m2. Kepadatan lebih
dari 100 ekor/m2 pertumbuhan lambat. Pengadukan dasar kolam
dilakukan bila kualitas air menurun, ikan mengambang di permukaan. Pupuk
kotoran ayam dalam karung plastik untuk menjamin kesuburan selama pemeliharaan
benih. Bila kecerahan lebih dari 20 cm beberapa bagian pupuk dibuka dari karung
plastik.
Untuk menjaga kesuburan tanah dasar dibuat “kowen”, kubangan di
depan pintu pengeluaran untuk menampung lumpur terbawa air, atau memberi papan
penahan lumpur pada pintu pengeluaran selama pengeringan di musim penghujan.
D. Pakan
Diberikan 9 – 10 % berat badan sebanyak 2 – 3 kali sehari. Digunakan
pakan benih akhir atau pakan pembesaran awal, kadar protein 30 – 40 %.
3.2. Pembesaran Ikan Nila Jatimbulan Di Karamba
Jaring Apung
a.
Persiapan KJA : memeriksa jaring, memasang jaring dan pemberat jaring
b.
Menebarkan benih dengan kepadatan 25 ekor/m2.
c.
Memelihara benih selama 120 hari (4 bulan) dengan dua tahap pemeliharaan :
-
Tahap pertama untuk memelihara benih sampai menghasilkan ukuran 75-100 gram
-
Melakukan seleksi kelamin dan membagi memisahkannya menjadi dua sub
populasi betina dan populasi jantan
- Melakukan seleksi ukuran dengan memilih ukuran terbesar
pada setiap sub populasi. Pada sub populasi betina Top 15-30% dan sub populasi jantan Top 5-10%.
-
Pemeliharaan tahap kedua selama dua bulan untuk menghasilkan induk ukuran
200 gram induk betina dan 250 gram induk jantan.
d. Memberikan pakan dengan dosis 5 % bobot biomassa per hari
untuk tahap pertama, 3-4% bobot biomass per hari untuk tahap kedua. Frekuensi
pemberian pakan adalah 3 kali sehari.
Digunakan pakan pembesaran awal dengan kadar protein 30 – 40 %.
Dosis pakan erat hubungannya dengan laju tumbuh harian (ADG).
Penambahan dosis pakan dilakukan dengan pengambilan contoh ikan setiap minggu.
Pakan diletakkan pada anco atau monitor lain baik tenggelam maupun terapung.
Setiap pemberian pakan harus habis dalam waktu 10 – 15 menit untuk menjaga
kualitas pakan.
IV. KEUNGGULAN INDUK NILA JATIMBULAN
Berdasarkan hasil monitoring dan
berbagai uji, ikan nila Jatimbulan hasil Seleksi Individu dari generasi ke
generasi menunjukkan peningkatan yang berarti dan memiliki keunggulan antara lain :
1.
Memiliki pertumbuhan yang lebih cepat (nilai genetik gain 19.47 – 21.59%)
2. Prosentase Hatching Rate (HR) tinggi ( 90% ) dan
Sintasan tinggi ( 85 % )
3.
Memiliki daya adaptasi yang kuat terhadap perubahan salinitas (Sintasan
pada salinitas 20 ppt : nilai hitam = 68,8 %, nilai merah = 90 % dan nila putih
= 88,8 % )
4.
Tahan terhadap serangan penyakit (bakteri Aeromonas hydrophylla)
5.
Mudah beradaptasi dan dapat dibudidayakan pada lokasi yang berbeda kondisi
lingkungannya ( tawar – payau )