Kamis, 14 Mei 2015

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN GRASS CARP (Ctenoparingodon idella)

I.                    PENDAHULUAN


1.1.        Latar Belakang
Produk akuakultur penting untuk pemenuhan sumber protein hewani. Ada sekitar 465 spesies organisme air dibudidayakan, namun keberhasilan dalam domestikasi hanya dicapai pada sejumlah kecil spesies, seperti halnya ikan mas (Cyprinus carpio), lele (Clarias gariepinus) dan  nila (Oreochromis niloticus) (Liao and Chao, 1983).
Indonesia memiliki banyak ikan endemik yang tidak kalah potensinya baik rasa maupun harganya tidak kalah dengan ikan-ikan yang bernilai ekonomis tinggi, diantaranya ikan gabus (Chana striata), ikan jelawat (Leptobarbus hoevenli), ikan sepat (Trichogaster pectoralis), ikan belida (Notopterus chitala), ikan uceng (Nemachilus fasciatus), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan wader (Puntius binotatus), ikan seluang (Rasbora argyotaenia), ikan bilih (Mystacoleucus padangensis), dan sebagainya.
Ikan grass carp termasuk ikan yang perlu dilindungi dari penurunan populasinya akibat dari aktivitas manusia seperti pembukaan lahan dan pemenuhan kebutuhan manusia itu sendiri (kebutuhan akan protein hewani).  
Ikan grass carp termasuk ikan “pemakan tumbuhan” dari perairan umum air tawar ini antara lain karena dinilai sebagai “organik” sehingga menaikkan harga jual, tetapi saat ini umumnya jenis-jenis ikan ini belum menjadi unggulan.
Kendala untuk pengembangan pemasaran antara lain, data produksi dan sebarannya berikut musim atau waktu ketersediaan di masing-masing perairan masih sangat bervariasi keakuratannya

1.2.        Tujuan
Visi dan misi dari UPT PBAT Umbulan adalah penyebaran teknologi. Oleh karena itu pembuatan buku ini dimaksudkan sebagai upaya penyebaran informasi teknologi budidaya ikan grass carp dan menjaga kelestarian ikan grass carp.



II.                  PEMBENIHAN IKAN GRASS CARP


2.1. Biologi Ikan Grass Carp
Secara sistemtis ikan Grass Carp termasuk dalam kelas Ostheichthyer, ordo Cypriniformes, famili Cyprinidae. Ikan grass Carp dapat mencapai ukuran maksimal : panjang 120 cm dan bobot tubuh 20 kg.
Ciri -  ciri fisik ikan ini adalah warna abu-abu gelap kekuningan dengan campuran perak kemilau, badan memanjang kepala besar dengan moncong bulat pendek, gigi paringeal dalam deretan ganda dengan bentuk seperti sisir.
Induk Grass Carp sudah dapat memijah pada umur 3 s/d 4 tahun dengan berat betina mencapai 3 kg dan jantan 2 kg, pemijahan biasanya terjadi pada musim penghujan.

2.2.  Pemeliharaan Induk
Induk – induk dipelihara di kolam dengan kepadatan 0,2 s/d 0,3 kg/m2 . Setiap hari selain di beri pakan tumbuhan air atau rumput – rumputan juga diberi pakan buatan berupa pellet senyak 3 % dari berat total populasi dengan frekuensi pemberian sebanyak tiga kali per hari .

Tanda – tanda induk matang gonad :
 Betina        :
Perut / bagian bawah membesar, bila ditekan terasa lembek, lubang kelamin kemerahan dan agak  menyembul keluar serta gerakan relatif lamban. 




 Jantan       :
Dibandingkan dengan betina sirip dada bagian atas lebih kasar dan bila bagian perut diurut ke arah lubang kelamin akan keluar cairan berwarna putih.






2.3. Pemijahan
Cara pemijahan ikan Grass Carp dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :
A. Induced breeding
·         Pemijahan secara “Induced breeding” yaitu dengan menyuntikkan hormon perangsang yaitu ovaprim.
·         Induk betina disuntik dua kali dengan selang waktu 4 s/d 6 jam, menggunakan ovaprim dengan dosis 0,5 cc/kg. Penyuntikan pertama 1/3 bagian dan penyuntikan kedua 2/3 bagian
·         Induk jantan disuntik sekali dengan dosis ovaprim 0,15 cc/kg dan dilakukan bersamaan dengan penyuntikan kedua pada induk betina.
·         Kedua induk ikan setelah disuntik dimasukkan ke dalam bak pemijahan yang dilengkapi dengan hapa, enam jam setelah penyuntikan pertama diperiksa kesiapan ovulasinya setiap satu jam sekali.
·         Ikan yang akan memijah biasanya dicirikan dengan saling kejar, perut besar dan lunak, keluar cairan putih dari lubang kelamin atau lubang kelaminnya  berwarna kemerah – merahan dan agak menyembul keluar.
·         Setelah tanda – tanda tersebut terlihat, induk jantan dan betina diangkat untuk dilakukan striping yaitu dengan mengurut bagian perut ke arah lubang kelamin. Telurnya ditampung dalam wadah/baki plastik dan pada saat bersamaan induk jantan distriping dan spermanya ditampung dalam wadah yang lain kemudian diencerkan dengan larutan fisiologis (NaCl 0,9%) atau cairan infus Sodium Klorida.
·         Sperma yang telah diencerkan dimasukkan kedalam wadah telur secara perlahan – lahan serta diaduk dengan menggunakan bulu ayam. Tambahkan air bersih dan aduklah secara merata sehingga pembuahan dapat berlangsung dengan baik. Untuk mencuci telur dari darah dan kotoran serta sisa sperma, tambahkan lagi air bersih kemudian airnya dibuang.
·         Lakukan beberapa kali sampai bersih, setelah bersih telur dipindahkan kedalam wadah yang lebih besar dan berisi air serta diberi aerasi, biarkan selama kurang lebih satu jam sampai mengembang secara maksimal.
 Penyuntikan induk betina

Penyuntikan induk jantan

      B. Induced spawning
·         Pemijahan secara “Induced spawning” perlakuannya sama seperti pada pemijahan Induced breeding, hanya setelah induk jantan dan betina disuntik, dimasukkan ke dalam bak pemijahan dan dibiarkan sampai terjadi pemijahan secara alami.
·         Setelah memijah maka induk jantan dan betina dikeluarkan dari bak pemijahan dan telur yang sudah dibuahi ditampung dalam wadah yang berisi air serta diaerasi dan dibiarkan sampai mengembang secara maksimal.



 
 Happa Pemijahan induk grass carp

2.4. Penetasan Telur
Penetasan dilakukan didalam happa corong berdiameter 40 cm dan tinggi 40 cm dengan mengalirkan air dari bawah sebagai aerasi dan untuk memutar air. Padat penebaran telur 10.000 butir/corong. Telur akan menetas dalam waktu ± 24 jam pada suhu 26o C.


     
          Pemanenan telur ikan grass carp yang akan dipindahkan ke bak penetasan telur


Wadah penetasan telur berupa bak bulat


Wadah penetasan telur berupa corong penetasan


Wadah penetasan telur berupa aquarium penetasan

Morfologi telur ikan grass carp

2.5. Pemeliharaan Larva
Setelah menetas larva dipelihara pada corong yang sama, namun sebelumnya telur – telur yang tidak menetas dibuang dahulu. Lama pemeliharaan dalam corong empat hari. Apabila telur ditetaskan di dalam akuarium, setelah menetas larva bisa dipelihara pada kuarium yang sama namun sebelumnya telur yang tidak menetas dan ¾ bagian airnya dibuang terlebih dahulu dan diisi dengan air yang baru. Larva yang sudah berumur empat hari diberi pakan alami berupa nauplii Artemia, Brachionus atau Moina.  Pemeliharaan larva selama 10 hari dan selama pemeliharaan air harus diganti setiap hari sebanyak bagian.
Larva ikan grass carp
                
2.6. Pendederan
·         Pendederan pertama
Persiapan kolam pendederan dilakukan  seminggu sebelum penebaran larva yang meliputi : pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir. Kolam yang digunakan luasnya 500 s/d 1.000 m2. Kolam kemudian dikapur dengan kapur tohor.
Dosis pengapuran 50 s/d 100 gr/m2, caranya kapur tohor dilarutkan terlebih dahulu kemudian disebarkan secara merata ke seluruh pematang dan dasar kolam.Pemupukan dengan menggunakan kotoran ayam. Dosis pemupukan 500 s/d 700 gr/m2 kemudian diisi air setinggi 40 cm dan setelah 3 hari kolam disemprot menggunakan organophosphat 4 ppm.
Selang 4 s/d 6 hari setelah penyemprotan benih Grass Carp sudah dapat ditebar, sebaiknya pada pagi hari. Padat penebaran 300 s/d 400 ekor/m2.
Pemeliharaan dikolam pendederan pertama selama 21 hari. Pakan tambahan diberikan setiap hari berupa pellet halus sebanyak 75 gr/1.000 ekor larva dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali per hari.
·           Pendederan kedua

Persiapan kolam pada pendederan kedua dilakukan sama seperti pada pendederan pertama. Padat penebaran larva 50 s/d 100 ekor/m2. Larva setiap hari diberi pakan tambahan berupa pellet sebanyak 10% dari biomass dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali per hari. Lama pemeliharaan pada pendederan kedua selam 28 hari.

 2.7. Pemanenan

            Benih umur 2 bulan sudah dapat dilakukan pemanenan benih. Benih sudah berukuran 3-5 cm. Pemanenan dilakukan pada waktu suhu rendah yaitu pada waktu pagi hari atau sore hari. 

Selasa, 12 Mei 2015

NILA JATIMBULAN



BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Dalam rangka memperbaiki mutu induk ikan nila maka perlu dilaksanakan program pengadaan induk / Broodstock ikan nila. Hal ini dilaksanakan demi memenuhi tuntutan globalisasi dunia dengan adanya persyaratan sertifikasi mutu yang ditetapkan oleh pembeli (buyer) dan untuk meningkatkan devisa negara dan pendapatan pembudidaya ikan. Melihat kondisi yang demikian maka kedepan  Indonesia harus mampu menghasilkan induk ikan nila unggul sendiri.
Dari gambaran tersebut maka UPTPBAT Umbulan melaksanakan program Pemuliaan Broodstock Induk Ikan Nila yang bertujuan untuk menghasilkan induk ikan nila strain / varietas baru yang memiliki kriteria yang bersifat unggul dalam pertumbuhan. UPT PBAT Umbulan ini nantinya diharapkan mampu mensuplay kebutuhan induk unggul bagi UPTD dan UPR serta kekurangan benih di masyarakat pembudidaya ikan.
Pemuliaan dengan program seleksi yaitu Seleksi Individu yang mengikuti Standar Prosedur Operasional (SPO) 01 yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan Induk Ikan Nila Nasional yang telah dimodifikasi sesuai dengan kondisi lapangan.
           


  1.2. Sejarah Singkat
Pelaksanaan kegiatan pemuliaan induk ikan nila berlangsung dalam kurun waktu pengerjaan 3 ( tiga ) tahun di UPT PBAT Umbulan – Pasuruan. Kegiatan pemuliaan yang dilaksanakan menggunakan metode SELEKSI INDIVIDU.
Kegiatan seleksi individu ini menggunakan 6 strain induk antara lain Nila Hitam G3, Nila Hitam G6, Nila Hitam Punten, Nila Merah Citralada, Nila Merah KedungOmbo, Nila Putih Sleman.
Dari kegiatan tersebut telah didapatkan hasil tiga generasi yaitu hasil Seleksi Individu I yaitu F1, hasil Seleksi Individu II yaitu F2 dan Hasil Seleksi Individu III yaitu F3. Perbanyakan calon induk dilakukan pada hasil seleksi individu III (F3) yaitu F1 Nila Jatimbulan. Berdasarkan hal tersebut dan sediaan calon induk yang ada pada saat ini di UPT PBAT Umbulan, maka ikan nila hitam hasil Seleksi Individu (F3) layak untuk dijadikan induk penjenis dan dilepas oleh Menteri kelautan dan Perikanan dan di diseminasikan kepada instansi atau pembudidaya yang memerlukan.
Berdasarkan hasil pertemuan Pelepasan Ikan Nila Hasil Seleksi Individu pada tanggal 30 Oktober 2007 di Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta telah diperoleh keputusan bahwa ikan Nila hasil Seleksi Individu yang disetujui untuk dilakukan pelepasan adalah Ikan Nila Hitam dengan nama NILA JATIMBULAN. Pelepasan varietas Ikan Nila Jatimbulan sebagai Galur Unggul Induk Ikan Nila diputuskan kepada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep. 11/ MEN/ 2008. Dari hasil monitoring dilapang, performan ikan nila hitam tersebut dari generasi ke generasi menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang cukup berarti.

BAB II. BIOLOGI NILA JATIMBULAN

2.1.  Klasifikasi
                  Sistematika ikan nila Jatimbulan dapat dijelaskan sebagai berikut :
            Filum                           : Chordata
            Sub filum                     : Vertebrata
            Kelas                           : Pisces
            Sub kelas                    : Acanthoptherigii
            Ordo                            : Percomorphii
            Sub ordo                      : Percoidea
            Famili                          : Cichlidae
            Genus                         : Oreochromis
            Spesies                       : Oreochromis niloticus.
            Nama Indonesia          : Nila (ditetapkan oleh Dirjen Perikanan tahun 1972)
            Strain                           : Nila Jatimbulan (SK Menteri Nomor. 11/ MEN/2008)
2.2.            Deskripsi Morfologi

No.
Karakteristik
Satuan
Nilai
1
2
3
4
1.
Asal



Hasil Seleksi Individu ikan nila 6 strain : Nila GIFT G-3, GIFT G-6, Hitam Punten, Merah Citralada, Merah KedungOmbo, dan Nila Putih Sleman


2.
Karakteristik Morfologi dan Morfometrik Nila Jatimbulan



- Panjang Total (PT)
cm
25 - 32

- Panjang Standar (PS)
cm
23 – 26.7

- Tinggi Badan (TB)
cm
8 - 11

- Linea Lateralis (LL)

38 - 41

- Lebar Mata (LM)
cm
1.5 - 2

- Jumlah Sirip Punggung

D : XVI – XVII. 12 – 13

- Jumlah Sirip Dada

P : 12 - 13

- Jumlah Sirip Dubur

A : III. 9 - 10

- Jumlah sirip Perut

V : I. 5

- Jumlah Sirip Ekor

C : 16 - 17

- Warna punggung

Abu-abu kehijauan

- Warna perut

Putih keabu-abuan

- Warna operculum

Abu-abu kemerahan

- PS/TB

2.22 – 2.45

- Prosentase daging
%
30 - 40
3.
Karakter Reproduksi



Kematangan gonad pertama
Bulan
6 (enam)

Berat Induk
Gram
400

Fekunditas
butir
1800 – 2500

Diameter telur
mm
2 – 2.5

Warna telur

Kuning

Daya tetas telur
%
90

Sintasan
%
85
4.
Karakter Genetik



- Genetik Gain (F1 – F3)
%
19.47 – 21.59


2.3. Syarat dan Kebiasaan hidup
                  Ikan nila Jatimbulan memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan sehingga dapat dipelihara di dataran rendah yang berair payau hingga dataran tinggi yang berair tawar. Habitat hidup ikan nila Jatimbulan cukup beragam, dari sungai, danau, waduk, rawa, sawah, kolam, hingga tambak. Ikan nila dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14-380 C dan dapat memijah alami pada suhu 22-370 C. Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan suhu optimum bagi ikan nila adalah 25-300 C.







BAB III. KEGIATAN OPERASIONAL BUDIDAYA



3.1. Pembenihan
3.1.1. Pengelolaan Induk

 A. Seleksi Induk

      Seleksi dan penyimpanan induk dimulai dari calon induk, induk produksi dan induk penjenis/induk pokok. Pengelompokan terhadap induk terpilih atas dasar :
·      Sifat Kualitatif (asal, warna, bentuk tubuh, gerakan)
·      Sifat Kuantitaf ( Umur, panjang total, berat tubuh, Fekunditas, dan morfometrik tubuh lainnya)
      Sifat Kualitatif dan kuantitatif induk ini didasrkan pada Kriteria mutu induk ikan Nila Hitam : SNI = 01 - 6138 – 1999.

Kriteria Kualitatif induk ikan nila
SNI No.  01 - 6138 – 1999

Kriteria
Induk
a. Asal
Hasil pembesaran dari benih sebar yang berasal dari induk ikan kelas induk dasar/Grand Parents Stock ( GPS )
b. Warna
Hitam keabuan, perut putih sampai keunguan
c. Bentuk Tubuh
Normal, Compres (pipih) dengan sisik penuh dan teratur, tidak caat dan tidak ada kelainan
d. Gerakan
Bergerak di permukaan sampai dasar wadah


Kriteria Kualitatif induk ikan nila
SNI No.  01 - 6138 – 1999

NO
Parameter
Satuan
Jantan
Betina
1.
2.
3.
4.
5.


6.
7.
8.
Umur
Panjang total
Bobot
Linea lateralis
Sirip


Fekunditas
Diameter telur
SL/TB
bulan
cm
gram
buah
-


butir
mm
-
Min 6 - 8
Min 16 - 25
Min 400 - 600
28 - 35
DXVII.13; P 11 - 15; V I.5; A III. 10 - 11; C II.18
-
-
2.3 - 2.5
Min 6 - 8
Min 14 - 20
Min 300 - 400
28 - 35
DXVII.13; P 11 - 15; V I.5; A III. 10 - 11; C II.18
1000 - 2000
2.5 - 3.1
2.3 - 2.5

B. Pematangan Gonad

      Proses pematangan gonad ikan nila Jatimbulan berlangsung selama 10-14 hari setelah pembongkaran induk/ seleksi dilakukan. Tempat atau wadah pematangan gonad yang digunakan berupa kolam. Kepadatan induk 3 – 5 ekor/m³.
      Gunakan pakan induk dengan dosis 2 % dari berat pakan ini berupa tambahan ikan segar atau pindang ikan laut yang digiling. Atau minyak ikan 6 % dari bobot pakan.
      Tempat / wadah untuk pematangan gonad terpisah antara nila jantan atau nila betina. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa imbas ikan jantan mempercepat pematangan gonad. Hal ini dapat diatur dengan menyimpan induk dalam satu kolam yang disekat dimana ikan jantan di bagian depan, dan bagian belakang induk betina, atau meletakkan happa pematangan gonad jantan dan betina dalam satu kolam.


 
3.1.2. Pemijahan

A. Wadah/Tempat

      Di kolam tanah ikan Nila membuat sarang untuk memijah berbentuk kubangan bulat dengan garis tengah 30 – 50 cm kedalaman 10 – 15 cm. Di bak, happa dan tempat lain sarang adalah wilayah seluas tersebut di atas yang dihasilkan oleh induk jantan dan betina jarak antar sarang 1 – 1,5 meter, sehingga jumlah jantan yang dimasukkan kedalam tempat pemijahan sebanding dengan jumlah sarang yang bisa dibuat. Menebar induk betina ke dalam wadah pemijahan, 5-7 hari sebelum menebarkan induk jantan, untuk menormalkan kondisi induk dari stress akibat handling. Memasangkan induk jantan 5-7 hari setelah penebaran induk betina dalam wadah pemijahan dengan kepadatan 1 ekor/m2. Mengamati kemunculan larva berenang dipermukaan air kolam pemijahan setiap hari sejak hari ke-10 setelah percampuran induk jantan dan betina.

B. Padat Tebar dan Rasio Jantan Betina

      Induk yang masuk dalam kolam pemijahan adalah induk yang matang gonad. Pemijahan tradisional padat tebar 1–2 ekor/m². Seleksi induk dilakukan pada waktu suhu air tidak panas. Rasio Jantan dan betina yang digunakan dalam pemijahan adalah 1:3 atau 1:4 yaitu 1 ekor jantan : 3 atau 4 ekor betina. Umur produktif induk ikan nila adalah 2 – 4 tahun.

C. Pengelolaan Air

      Pada perawatan induk air relatif tinggi sedang pada pemijahan sebaiknya dangkal (40 – 60 cm). Bila suhu air kurang dari 25ºC air bisa didangkalkan lagi sampai 30 – 40 cm. Penambahan pupuk organik sebaiknya setelah 5 – 7 hari dari penebaran induk. Pemberian pupuk organik lebih awal cenderung mengurangi jumlah ikan yang memijah. Bila kecerahan air kurang dari 10 cm maka air bisa dibuang sebagian dan diencerkan dengan memasukkan air baru.

D. Panen

      Sistem pemanenan benih dapat dilakukan dengan dua cara yaitu panen telur dan panen larva. Panen larva dapat dilakukan dengan dua metode yaitu panen parsial dan panen total.
1. Panen Telur                 
      Panen telur dapat dilakukan pada hari ke 10 – 12 setelah penebaran induk. Masing- masing strata telur dikumpulkan sesuai dengan umurnya. Telur tanpa titik mata, telur dengan titik mata, serta larva belum aktif. Tiap kelompok dimasukkan dalam corong penetasan yang sama. Sedang larva aktif dimasukkan dalam bak perawatan larva.
      Tujuan panen telur ialah untuk memperpendek pematangan gonad betina, mendapatkan keragaman benih lebih baik serta meningkatkan daya tetas. Air bak pemijahan diturunkan serendah mungkin. Induk ditangkap dengan seser kecil. Gunakan kaos tangan untuk menangkap induk. Induk yang mengerami telur/larva dapat dilihat dari bentuk mulut serta insang membesar. Induk juga menyendiri serta mengusir ikan lain, warna induk lebih pucat.
      Tangkap dan buka tutup insang serta mulut dalam cawan/wadah yang telah diisi air bersih. Celupkan kepala induk betina sampai telur/larva keluar semua.
2. Panen larva
- Parsial                            
      Panen larva parsial dapat dilakukan pada hari ke 14 – 17 setelah penebaran induk. Telur dan larva belum aktif  ditetaskan dalam corong penetasan. Bila minggu pertama sudah terdapat larva keluar dari eraman induk, lakukan penagkapan larva. Sebab bila dibiarkan akan menjadi pemangsa larva lebih muda pada pemijahan dengan sistem panen larva.
      Pada pemijahan cara tradisional dengan panen parsial larva dapat dipanen secara maksimal pada hari ke 15 – 21 setelah penebaran. Panen larva dihentikan setelah hari ke 30 – 35. Benih kecil yang lolos dari panen larva akan menjadi hama. Induk yang memijah awal akan memijah yang kedua.
      Panen larva parsial dilakukan dengan seser segitiga untuk satu orang atau seser segi empat panjang untuk dua orang. Waktu menyeser larva dapat dilakukan pagi, siang dan sore. Waktu paling efektif untuk menangkap larva dengan seser ialah siang hari antara jam 11.00 – 12.00, udara cerah tanpa angin larva cenderung ke tepi bak/kolam dan mengambang di permukaan. Bila ada angin larva cenderung mendasar dan ke arah angin. Untuk mengoptimalkan penangkapan larva panen parsial diatur dengan menurunkan tinggi air 20 – 30 cm. Larva dilepaskan dari eraman induknya. Cara ini dapat dilakukan di bak, kolam dan happa.

Penyeseran Larva Ikan Nila

- Panen larva Total
      Panen larva total dengan cara penggelontoran ke bak/kolam yang lebih rendah. Panen efektif setelah hari ke-21. Lewat hari ke-21 ini akan terdapat benih kecil ukuran 1 – 2 cm. Benih ini sudah kuat menentang arus dan tidak dapat digelontor.
      Pengeluaran air petak induk diberi saringan lebar ± 1 cm. Di depannya dibuatkan bak kontrol sedalam 0,5 meter, luas 1 m² untuk kapasitas induk 100 ekor. Berat rata-rata induk 300 – 400 gram/ekor. Bak kontrol ini dibuat agar gerakan induk terbatas tetapi terlindung selama larva digelontor ke petak pendederan. Induk yang mengerami telur tetap tidak terganggu. Sebelum panen saluran dan bak kontrol dibersihkan dari lumpur. Setelah hari ke 30 – 35 induk ditangkap dipindahkan ke petak pemijahan lain yang telah dipersiapkan. Bila petak pemijahan terbatas, induk ditampung ke dalam happa atau penampungan sementara lain selama 3 – 5 hari. Selama waktu ini petak pemijahan dilakukan perawatan.
      Tingkat kecermatan/efisiensi penangkapan larva selain menentukan jumlah larva yang ditangkap juga larva yang lolos dari penangkapan akan menjadi benih ukuran lebih besar yang bersifat kanibal. Jadi penangkapan yang tidak cermat selain larva yang tertangkap sedikit juga panen larva berikutnya berkurang karena kanibalisme.
      Kanibalisme juga akan terjadi bila waktu pemijahan diperpanjang (lebih dari 30 hari). Induk yang memijah ulang dan memijah akhir larvanya dimangsa benih besar.
      Setiap induk dapat menghasilkan telur dan larva sebanyak 600 – 2.000 ekor – butir/induk dengan berat induk 200 – 300 gram/ekor. Jumlah induk yang memijah 24 – 43 % perperiode/bulan. Dalam kondisi yang baik bisa mencapai 60 – 80 % induk memijah setiap periode/bulan. Setahun induk dengan perawatan baik bisa memijah 6 – 10 kali.
Pemanenan Larva Total

3.1.3. Pemeliharaan Larva
      Larva hasil panen parsial Pemijahan tradisional berumur 10 – 12 hari. Karena panen yang berurutan untuk seleksi digunakan saringan benih berdiameter 2 mm.
      Perawatan larva awal dalam bak, aquarium, happa selama 7 – 10 hari. Kepadatan 50 – 100 ekor/liter dalam aquarium dan 1.000 – 2.000 ekor/m³ dalam happa atau bak, pengudaraan secukupnya. Perawatan berupa pembuangan kotoran dan sisa pakan dengan disipon 1 – 2 kali sehari. Cara ini efisien dalam pemberian pakan tetapi perlu perawatan/pengamatan yang lebih cermat. Hasil dari perawatan larva  awal disaring dengan saringan 3 – 4 mm. Larva yang lolos dan tidak lolos dipelihara dalam tempat yang berbeda. Perawatan larva akhir dilakukan dalam bak atau happa yang lebih luas, ukuran wadah ± 50 m², hal ini untuk menjaga keselamatan larva bila pengudaraan mati atau air terlalu jelek kualitasnya.
      Dosis pakan 100 % dari biomas. Pengudaraan 4 – 5 titik. Tinggi air 50 – 60 cm. Pupuk kotoran ayam 250-500/m2 dibungkus dalam karung plastik, sebagian diratakan seperlunya. Padat tebar 1.000 ekor/m³, kalau tidak bisa melakukan perawatan awal sebaiknya pada hari ke 10 – 15 dilakukan penyortiran, diseser dengan waring hitam. Diameter mata jaring 4 mm. Pisahkan benih yang tidak lolos waring tersebut.


3.1.4. Pendederan

A. Wadah
      Media yang digunakan bisa bak, kolam tanah atau happa.

B. Pengolahan Tanah Dasar

            Dasar kolam tanah sedikitnya dibajak/garu sekali setiap 3 kali penebaran. Pengeringan, perataan dasar, penjemuran 3 – 5 hari. Saluran dan pematang diperbaiki setiap kali penyebaran. Bila tidak dibajak/garu tanah dasar diratakan dengan sorok penggaruk tanah sewaktu masih basah berlumpur. Pupuk kandang kotoran ayam 250-500 gram/m2, TSP 20 gram/m2, urea 10 gram/m2 bila perlu.
Pembalikan Tanah Dasar Kolam

Pengeringan Kolam

Penggaruan/Perataan tanah dasar kolam

Pengapuran tanah dasar kolam

C. Pengelolaan Air dan Padat Tebar

            Padat tebar 75 – 100 ekor/m2. Kepadatan lebih dari 100 ekor/m2 pertumbuhan lambat. Pengadukan dasar kolam dilakukan bila kualitas air menurun, ikan mengambang di permukaan. Pupuk kotoran ayam dalam karung plastik untuk menjamin kesuburan selama pemeliharaan benih. Bila kecerahan lebih dari 20 cm beberapa bagian pupuk dibuka dari karung plastik.
      Untuk menjaga kesuburan tanah dasar dibuat “kowen”, kubangan di depan pintu pengeluaran untuk menampung lumpur terbawa air, atau memberi papan penahan lumpur pada pintu pengeluaran selama pengeringan di musim penghujan.

D. Pakan

      Diberikan 9 – 10 % berat badan sebanyak 2 – 3 kali sehari. Digunakan pakan benih akhir atau pakan pembesaran awal, kadar protein 30 – 40 %.

 



3.2. Pembesaran Ikan Nila Jatimbulan Di Karamba Jaring Apung
a.      Persiapan KJA : memeriksa jaring, memasang jaring dan pemberat jaring
b.      Menebarkan benih dengan kepadatan 25 ekor/m2.
c.       Memelihara benih selama 120 hari (4 bulan) dengan dua tahap pemeliharaan :
-    Tahap pertama untuk memelihara benih sampai menghasilkan ukuran 75-100 gram
-    Melakukan seleksi kelamin dan membagi memisahkannya menjadi dua sub populasi betina dan populasi jantan
-    Melakukan seleksi ukuran dengan memilih ukuran terbesar pada setiap sub populasi. Pada sub populasi betina Top 15-30% dan sub populasi jantan Top 5-10%.
-    Pemeliharaan tahap kedua selama dua bulan untuk menghasilkan induk ukuran 200 gram induk betina dan 250 gram induk jantan.
d.      Memberikan pakan dengan dosis 5 % bobot biomassa per hari untuk tahap pertama, 3-4% bobot biomass per hari untuk tahap kedua. Frekuensi pemberian pakan adalah 3 kali sehari.
      Digunakan pakan pembesaran awal dengan kadar protein 30 – 40 %.   
      Dosis pakan erat hubungannya dengan laju tumbuh harian (ADG). Penambahan dosis pakan dilakukan dengan pengambilan contoh ikan setiap minggu. Pakan diletakkan pada anco atau monitor lain baik tenggelam maupun terapung. Setiap pemberian pakan harus habis dalam waktu 10 – 15 menit untuk menjaga kualitas pakan.



IV. KEUNGGULAN INDUK NILA JATIMBULAN
Berdasarkan hasil monitoring dan berbagai uji, ikan nila Jatimbulan hasil Seleksi Individu dari generasi ke generasi menunjukkan peningkatan yang berarti dan memiliki keunggulan antara lain :
1.      Memiliki pertumbuhan yang lebih cepat (nilai genetik gain 19.47 – 21.59%)
2.      Prosentase Hatching Rate (HR) tinggi ( 90% ) dan Sintasan tinggi ( 85 % )
3.      Memiliki daya adaptasi yang kuat terhadap perubahan salinitas (Sintasan pada salinitas 20 ppt : nilai hitam = 68,8 %, nilai merah = 90 % dan nila putih = 88,8 % )
4.      Tahan terhadap serangan penyakit (bakteri Aeromonas hydrophylla)
5.      Mudah beradaptasi dan dapat dibudidayakan pada lokasi yang berbeda kondisi lingkungannya ( tawar – payau )