Mendengar nama
UPT PBAT Umbulan, sebagian orang pasti sudah banyak yang tahu bahwa di UPT PBAT
Umbulan ini telah melahirkan Nila
Jatimbulan (Nila Jawa Timur
Umbulan), merupakan nila strain baru yang
memiliki keunggulan antara lain; memiliki pertumbuhan yang cepat, tahan
terhadap serangan penyakit dan mudah beradaptasi pada lokasi yang berbeda
kondisi lingkungannya (tawar hingga payau). Pada Tahun
2008, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor Kep. 11/ MEN/ 2008 telah resmi dilaunching/ dilakukan pelepasan
varietas Ikan Nila Jatimbulan sebagai Galur Unggul Induk Ikan Nila.
Selective breeding merupakan program pengembangbiakan yang dilakukan agar nilai
pengembangbiakan (breeding value)
dari suatu populasi dapat meningkat melalui seleksi dan menghasilkan ikan yang
terbaik ( seperti ikan yang tumbuh lebih besar, lebih berat, yang memiliki
warna yang diharapkan, dll) dengan harapan agar ikan yang terpilih dapat
menurunkan sifat keunggulannya pada turunannya. Apabila hal ini terjadi, maka
generasi berikutnya akan memiliki nilai lebih karena ikan dapat tumbuh lebih
cepat sehingga dapat meningkatkan hasil produksi, pertumbuhan ikan akan lebih
efisien dengan biaya pakan yang lebih murah, atau semua ikan yang dihasilkan
memiliki warna ikan yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan keuntungan bagi
pembudidaya (Tave, 1995).
Berdasarkan gambaran tersebut maka UPT
Pengembangan Budidaya Air Tawar (UPT PBAT)
Umbulan melaksanakan program Pemuliaan Broodstock Ikan Nila yang
bertujuan untuk menghasilkan induk ikan nila strain / varietas baru yang
memiliki kriteria yang bersifat unggul dalam pertumbuhan. UPT PBAT Umbulan ini
nantinya diharapkan mampu mensuplay kebutuhan induk unggul bagi UPTD dan UPR
serta kekurangan benih di masyarakat pembudidaya ikan. UPT PBAT Umbulan
melaksanakan program Seleksi dengan menggunakan metode Seleksi Individu dengan
mengkoleksi 6 strain induk ikan nila antara lain induk ikan nila Hitam GIFT
generasi ke-3 dan ke-6, Nila Hitam Punten, Nila Merah Citralada, Nila Merah
KedungOmbo dan Nila Putih Sleman.
Pemuliaan dengan program seleksi yaitu Seleksi Individu yang mengikuti
Standar Prosedur Operasional (SPO) 01 yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan
Induk Ikan Nila Nasional (PPIINN) tahun 2004 yang telah dimodifikasi sesuai
dengan kondisi lapangan. Dalam kurun waktu pengerjaan 3 ( tiga
) tahun broodstock nila di BPBAT Umbulan - Pasuruan, telah didapatkan hasil
tiga generasi yaitu hasil Seleksi Individu I yaitu F1, hasil Seleksi Individu
II yaitu F2 dan Seleksi Individu III yaitu F3. Berdasarkan hal tersebut dan
sediaan calon induk yang ada pada saat ini di UPT PBAT Umbulan, maka ikan nila
hitam hasil Seleksi Individu (F3) layak untuk dijadikan induk penjenis dan
dilepas oleh Menteri kelautan dan Perikanan dan di diseminasikan kepada
instansi atau pembudidaya yang memerlukan. Berdasarkan hasil pertemuan Pelepasan
Ikan Nila Hasil Seleksi Individu pada tanggal 30 Oktober 2007 di Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta telah
diperoleh keputusan bahwa ikan Nila hasil Seleksi Individu yang disetujui untuk
dilakukan pelepasan adalah Ikan Nila
Hitam dengan nama NILA JATIMBULAN atau
Nila Jawa Timur Umbulan. Dari hasil
monitoring dilapang, performan ikan nila hitam tersebut dari generasi ke
generasi menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang cukup berarti. Pada Tahun 2008, sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep. 11/ MEN/ 2008
telah resmi dilaunching/ dilakukan pelepasan varietas Ikan Nila Jatimbulan
sebagai Galur Unggul Induk Ikan Nila.
Nila Jatimbulan telah melalui
berbagai proses uji antara lain : Uji pertumbuhan, Reproduksi, Morfologi,
Dressing Percentage, Uji multilokasi, Uji Bebas dan tantang penyakit, Uji
adaptasi salinitas dan SR/ Survival Rate.
Berdasarkan
hasil monitoring dan berbagai uji, ikan nila Jatimbulan hasil Seleksi Individu
dari generasi ke generasi menunjukkan peningkatan yang berarti dan memiliki keunggulan antara lain :
- Memiliki pertumbuhan yang lebih cepat (nilai genetik gain 19.47 – 21.59%)
- Prosentase Hatching Rate (HR) tinggi ( 90% ) dan Sintasan tinggi ( 85 % )
- Memiliki daya adaptasi yang kuat terhadap perubahan salinitas (Sintasan pada salinitas 20 ppt : nilai hitam = 68,8 %, nilai merah = 90 % dan nila putih = 88,8 % )
- Tahan terhadap serangan penyakit (bakteri Aeromonas hydrophylla)
- Mudah beradaptasi dan dapat dibudidayakan pada lokasi yang berbeda kondisi lingkungannya ( tawar – payau )
Karakteristik Nila
Jatimbulan
No.
|
Karakteristik
|
Satuan
|
Nilai
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1.
|
Asal
|
|
|
|
Hasil Seleksi Individu ikan nila 6 strain : Nila GIFT G-3, GIFT G-6,
Hitam Punten, Merah Citralada, Merah KedungOmbo, dan Nila Putih Sleman
|
|
|
2.
|
Karakteristik Morfologi dan Morfometrik Nila Jatimbulan
|
|
|
|
- Panjang Total (PT)
|
cm
|
25 - 32
|
|
- Panjang Standar (PS)
|
cm
|
23 – 26.7
|
|
- Tinggi Badan (TB)
|
cm
|
8 – 11
|
|
- Linea Lateralis (LL)
|
|
38 - 41
|
|
- Lebar Mata
(LM)
|
cm
|
1.5 – 2
|
|
- Jumlah
Sirip Punggung
|
|
D : XVI –
XVII. 12 – 13
|
|
- Jumlah Sirip Dada
|
|
P : 12 - 13
|
|
- Jumlah Sirip Dubur
|
|
A : III. 9 - 10
|
|
- Jumlah sirip Perut
|
|
V : I. 5
|
|
- Jumlah Sirip Ekor
|
|
C : 16 - 17
|
|
- Warna punggung
|
|
Abu-abu kehijauan
|
|
- Warna perut
|
|
Putih keabu-abuan
|
|
- Warna operculum
|
|
Abu-abu kemerahan
|
|
- PS/TB
|
|
2.22 – 2.45
|
|
- Prosentase daging
|
%
|
30 – 40
|
3.
|
Karakter Reproduksi
|
|
|
|
Kematangan gonad pertama
|
Bulan
|
6 (enam)
|
|
Berat Induk
|
Gram
|
400
|
|
Fekunditas
|
butir
|
1800 – 2500
|
|
Diameter telur
|
mm
|
2 – 2.5
|
|
Warna telur
|
|
Kuning
|
|
Daya tetas telur
|
%
|
90
|
|
Sintasan
|
%
|
85
|
4.
|
Karakter Genetik
|
|
|
|
- Genetik Gain (F1 – F3)
|
%
|
19.47 – 21.59
|
Ikan
nila Jatimbulan memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan sehingga
dapat dipelihara di dataran rendah yang berair payau hingga dataran tinggi yang
berair tawar. Habitat hidup ikan nila Jatimbulan cukup beragam, dari sungai,
danau, waduk, rawa, sawah, kolam, hingga tambak. Ikan nila dapat tumbuh secara
normal pada kisaran suhu 14-380 C dan dapat memijah alami pada suhu
22-370 C. Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan suhu optimum bagi
ikan nila adalah 25-300 C. Pembesaran ikan Nila Jatimbulan membutuhkan waktu kurang lebih 3-4
bulan dengan bobot 200-300 gram/ ekor atau ≥ 500 gram dengan masa pemeliharaan
6 bulan.
Prospek pengembangan ikan Nila
Jatimbulan sangatlah bagus, hal ini
dikarenakan tingkat permintaan benih
untuk pembesaran ikan konsumsi
akan nila Jatimbulan setiap tahunnya semakin meningkat. Selain itu harga ikan
konsumsi ikan nila juga sangat tinggi. Harga di tingkat produsen atau di
pembudidaya pada saat ini berkisar Rp.
19.000,- s/d Rp. 20.000,-/kg.
Tidak hanya permintaan benih nila Jatimbulan yang meningkat, permintaan akan
calon Induk Ikan NilaJatimbulan juga
sangat tinggi. UPT PBAT Umbulan telah mensuplay induk Nila Jatimbulan hampir
diseluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur, sehingga diharapkan permintaan
benih nila Jatimbulan dapat terpenuhi.
Tidak hanya di wilayah propinsi Jawa Timur saja, distribusi benih dan calon
induk Nila Jatimbulan telah terdistribusi ke Bali, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Timur, Bengkulu dan
Medan.
Cara
Budidaya nila Jatimbulan cukuplah mudah, namun harus tetap disyaratkan untuk
mematuhi aturan untuk cara berbudidaya ikan yang baik (CBIB) dan penerapan
Standar Operasional Prosedur (SOP) proses produksi Nila Jatimbulan. Budidaya
ikan nila bisa dilakukan diberbagai lokasi yang berbeda, mulai dari kolam,
karamba, karamba jaring apung, tambak dan lainnya. Berikut SOP produksi Nila Jatimbulan
:
A.
PROSES PRODUKSI BENIH NILA
JATIMBULAN
1.
Persyaratan kualitas air
a. Sumber air : Bersih, tidak tercemar, bebas sampah dan
ikan
liar dan bila
perlu disaring.
b. Oksigen terlarut : 4 – 5 mg per l
c. pH : 6,5 – 8,5
d. Suhu : 24 – 30 oC
e. Alkalinitas : > 50 mg per liter CaCO3
f. Ammonia : < 0,1 mg per liter
g. NO2-N : < 0,001 mg per liter
2.
Wadah Pemijahan
a.
Kolam tanah
b.
Hapa di kolam
atau di Jaring
c.
Bak tembok
3.
Kolam
a. Luas kolam minimal : 500 m2
b. Kedalaman air : 75 - 100 cm
c. Debit : 05-1 liter per detik
4.
Hapa
a. Luas kolam : 500 m2
b. Kedalaman air : 1,5 – 2,0 m
c. Debit : 05-1 liter/detik
d. Luas hapa : 40-50 % luas kolam
e. Ukuran Hapa : 7x2x1 m3 sampai 5x5x1 m3, mata jaring 1,0
mm2
5.
Bak tembok
a. Luas Bak : 10– 50 m2
b. Kedalaman air : 1,0-1,5 m
c. Debit : 05-1,0 liter/detik
d. Konstruk : Pasangan Bata atau beton
e. Dimensi : Persegi panjang atau bulat
6.
Alat dan Bahan
6.1 Alat
a. Hapa ukuran 1 x 1 x 1 m3 mata jaring 1 mm2 untuk saringan air masuk
b.
Hapa penampungan
larva ukuran 2 x 2 x 1 m3, ukuran mata jaring 1 mm2
c.
Kantong jaring
penampungan induk sementara
d.
Alat grading
berdiameter lubang 2 mm atau berupa waring yang mempunyai ukuran mata jaring 4
mm2.
e.
Ember plastik,
kapasitas 40 liter dan 10 liter
f.
Lambit
berdiameter 30 cm
g.
Serok
(Scoop-net), berukuran 20 x 30 cm, 10 x 20 cm, dan 5 x10 cm.
6.2. Bahan
a. Induk Jantan
b. Induk Betina
c. Pakan : Pellet,
protein 28-30%, dosis 2-3% per hari
d. Kapur tohor : 25-50
gram per m2
e. Obat-obatan : Methylene
blue 1 - 3 mg per liter; dan atau Garam dapur : 5 ppt
7.
Prosedur
7.1. Pematangan Gonad
a.
Mengisi kolam
yang telah dipersiapkan dengan air yang disaring menggunakan hapa saringan
sampai penuh
b.
Menyeleksi dan
menimbang bobot induk jantan dan betina
c.
Menebarkan induk
jantan dan betina masing-masing pada wadah pematangan yang berbeda, dengan
kepadatan 1-3 ekor per m2.
d.
Induk diangkut
menggunakan wadah ember 40 liter atau kantong plastik packing ikan yang berisi
10 liter larutan Methylene blue atau 5 ppt garam dapur.
e.
Menghitung
kebutuhan pakan induk berdasarkan bobot biomasa ikan
f.
Dosis pemberian
pakan sebanyak 2-3% dari biomassa ikan per hari
g.
Lama pematangan
gonad, 15-30 hari
h.
Frekuensi
pemberian pakan 3 kali per hari
7.2. Pemilihan induk betina matang gonad
a.
Induk dipilih
satu per satu yang matang gonad dengan mengamati keadaan perut, genital papila
pada induk betina dan warna kepala bagian bawah pada induk jantan
b.
Perut induk
betina berisi telur ditandai dengan bentuk yang membesar di bagian ventral (“kembung”). Induk betina yang tidak berisi telur bentuk
perutnya “kempes”.
c.
enital papila
betina yang matang gonad berwarna merah, posisinya tegak terhadap bagian
ventral, dan bila diurut ke arah anus, dari lubang telur keluar telur berwarna
kuning tua.
d.
Induk jantan siap
pijah ditandai kepala bagian berwarna kemerah-merahan.
7.3. Pemijahan
a.
Mengisi kolam
yang telah dipersiapkan dengan air yang disaring menggunakan hapa saringan
sampai penuh
b.
Menebar induk
betina ke dalam wadah pemijahan, 5-7 hari sebelum menebarkan induk jantan,
untuk menormalkan kondisi induk dari stress akibat handling.
c.
Induk diangkut
menggunakan wadah ember 40 liter atau kantong plastik packing ikan yang berisi
10 liter larutan Methylene blue atau 5 ppt garam dapur.
d.
Memasangkan induk
jantan 5-7 hari setelah penebaran induk betina dalam wadah pemijahan dengan
perbandingan 1:3, 100 jantan untuk setiap 300 betina, dengan kepadatan 1 ekor
m2.
e.
Memberi pakan
sebanyak 2% hingga induk siap untuk memijah.
f.
Mengamati
kemunculan larva berenang di permukaan air kolam pemijahan setiap hari sejak
hari ke 10 setelah pencampuran induk jantan dan betina
g.
Sex ratio = 1
induk Jantan : 3 Induk Betina
7.4. Panen larva
a.
Pemanenan
dilakukan pada hari 12 dan atau 14 setelah pencampuran induk jantan dan betina
di kolam pemijahan
b.
Menyiapkan
peralatan seperti scoop net, lambit dan ember plastik
c.
Memungut larva
dengan cara menyerok gerombolan larva kemudian dimasukan ke hapa penampungan
sementara menggunakan ember plastik 10 liter
d.
Selama
penampungan dalam ember dan pengangkutan larva menggunakan ember 10 liter.
e.
Memasukkan larva
kedalam hapa penampungan sementara sebelum dimasukkan ke kolam pendederan
f.
Membersihkan
larva hasil penyeseran dari kotoran dan larva yang mati
g.
Mensortir larva ukuran
pencilan dengan alat grading
h.
Menghitung jumlah
larva yang dipanen
B.
PENDEDERAN
1.
Wadah
a. Kolam tanah
b. Jaring apung
2.
Persyaratan Kolam
a. Luas kolam minimal : 500
m2
b. Kedalaman air : 75 - 100 cm
c. Konstruksi : Kolam tanah atau tembok dan kedap air
d. Debit air : 05 -1,0 liter per detik
3.
Persyaratan kualitas air
a. Sumber air : Bersih,
tidak tercemar, bebas sampah dan ikan liar dan bila perlu disaring.
b. Oksigen terlarut : 3 – 5 mg per liter
c. pH : 6,5 – 8,5
d. Suhu : 24
– 30 oC
e. Kecerahan keping sechi : 20
– 40 cm (kolam), >50 cm (Danau/Waduk)
f. Alkalinitas : 50 - 100 mg per liter CaCO3
g. Ammonia : <
0,01 mg per liter
h. NO2-N : <
0,001 mg per liter
i. Nisbah N : P : 20 : 1
4.
Persyaratan
Kolam Keramba Apung
a. Kerangka
·
Bahan : Kayu, Bambu, Besi anti karat, atau bahan
lainnya yang ramah lingkungan
·
Bentuk / Ukuran : Persegi panjang / 6 x 6 m2 atau 7 x
7 m2
b. Pelampung
·
Bahan : Plastik atau bahan lainnya yang ramah
lingkungan
c. Tali Jangkar
·
Bahan : Polyetylena (PE)
d. Jangkar
·
Bahan : blok beton, batu / segi empat
e. Jaring / waring atau hapa
·
Bahan : Hapa / Waring Nylon atau polyetylene
·
Ukuran mata jaring : 2 cm2 untuk waring dan 0,5 inchi
untuk jaring
·
Warna : hitam untuk waring / hapa dan hijau untuk
jaring
·
Ukuran jaring : waring 6 x 6 x 1,5 m3 atau 7 x 7 x
1,5 m3 dan jaring 6 x 6 x 3 m3 atau 7 x 7 x 3 m3.
5.
Alat dan Bahan
5.1. Alat
a. Saringan air berupa hapa
ukuran 1 x 1 x 1 m3 mata jaring 1 mm2
b. Penampungan benih berupa hapa
hitam ukuran 2 x 2 x 1 m3
c. Pengangkut benih berupa ember
plastik, 20 liter
d. Serok (Scoop-net), berukuran
20 x 30 cm.
e. Anco (lift-net) ukuran luas
minimal 1 m2, ukuran mata jaring 2 mm2
f. Seser benih atau ayakan
aluminium yang halus, diameter lobang 2 mm
g. Timbangan dan penggaris
5.2. Bahan
a. Induk ikan nila :
Benih Nila Jatimbulan
b. Pakan : Pellet, protein 30-45%, Feeding Rate 4-5%
per hari
c. Kapur tohor : 25-50 gram per m2
d. Pupuk Organik : 250 – 300 g/m2
e. Pupuk Anorganik : N = 600 g per liter dan P = 30 g
per liter
f. Obat-obatan : Methylene blue 1 - 3 mg per
liter; dan atau Garam dapur : 5 ppt
6.
Prosedur pendederan di kolam
a. Mempersiapkan kolam untuk
pendederan dengan cara memperbaiki kondisi kolam (dasar dan pematang),
pengapuran dan pemupukan dasar.
b. Mengairi kolam yang telah
diberi hapa penyaring ukuran 1 x 1 x 1m3 hingga ketinggian 70 - 100
cm.
c. Menebarkan larva: 75 per m2
pada PI, 40 ekor m2 pada PII, dan 20
ekor pada PIII
d. Benih di kolam maksimal sampai
ukuran 10 gram per ekor
e. Memberikan pakan dengan dosis
30% bobot biomas per hari pada bulan pertama, selanjutnya menurun sesuai dengan
ukuran ikan masing-masing 10% pada bulan kedua, 5% pada bulan ketiga.
f. Selama proses pendederan I
ketinggian air dipertahankan, penambahan air diperlukan bila surut akibat
penguapan. Selama Proses Pendederan II
ketinggian air dipertahankan penambahan air diperlukan bila ada penguapan pada
minggu pertama, kemudian debit air masuk dinaikkan sedikit demi sedikit sampai
maksimal 0,5 liter per detik seiring bertambah besarnya ukuran ikan.
g. Pemupukan susulan diberikan
setiap minggu berupa pupuk organik
7.
Prosedur pendederan di jaring
apung
a.
Mempersiapkan jaring dan atau waring
dengan memperbaiki yang rusak
b. Memasang jaring pada kerangka
dengan kokoh, memasang pemberat jaring sehingga jaring terbuka sempurna
c. Menebarkan benih yang sehat,
kepadatan PII = 1000 ekor/m3 dan PIII = 500 ekor/m3
d. Memberikan pakan dengan dosis
PII = 10% per hari, PIII = 5%
e. Selama proses pendederan
dipantau kualitas air, setiap hari: suhu, oksigen, kecerahan dan pH. Seminggu sekali: Alkalinitas, Ammoniak, dan
Nitrit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar