IKAN SENGKARING, ikan purba yang hampir punah dan
bernilai ekonomis tinggi
Oleh : Jila Suliastini, S.Pi
Ikan Sengkaring merupakan ikan local atau asli Indonesia. Ikan Sengkaring
atau disebut dengan ikan Dewa di berbagai daerah lain dikenal sebagai ikan
udikan, kambangan, Tambra, Kancra, Jurung, Semah. Nama ilmiah dari ikan
Sengkaring ini adalah Tor Soro/ Tor Tambra yang merupakan keluarga dari Tor sp.
Di mana sebaran ikan ini di Indonesia mulai dari Pulau Sumatra, Kalimantan dan
Pulau Jawa.
Ikan Sengkaring dibeberapa daerah merupakan ikan yang di keramatkan,
sehingga tidak ada orang yang berani untuk mengambilnya. Di Jawa Timur ikan
Sengkaring hanya ditemukan di daerah Pemandian Banyu Biru Pasuruan dan di
Telaga Rambut Monte di Blitar. Tepatnya di Pemandian Banyu Biru yang terletak
di Desa Sumberrejo, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan dan di Telaga Rambut
Monte Desa
Krisik, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. Berikut lokasi dan mitos tentang
keberadaan ikan Sengkaring di Indonesia
dari berbagai sumber :
1. Pemandian
Banyubiru Winongan Pasuruan
Pemandian Banyubiru ini merupakan salah satu situs bersejarah era
Majapahit. Di dalam kolam pemandian terdapat banyak sekali ikan Sengkaring.
Pemandian Banyubiru ini dibangun oleh
Bupati Pasuruan yang bertama yakni Raden Adipati Nitiningrat. Bupati tersebut
mengajak saudagar dari Belanda yang bernama PW Hoplan. Kemudian kolam tersebut
dibangun oleh Belanda sebagai pemandian umum dan diberi nama telaga Wilis. Agar
terlihat indah, kolam tersebut dihiasi dengan taman dan diberi sebelas patung
yang yang diambil dari Singosari. Dulunya, ada yang menyebut bahwa ikan–ikan
yang berenang di dalam kolam adalah para prajurit dari Kerajaan Majapahit yang
telah dikutuk. Karena cerita rakyat inilah tidak ada yang berani mengganggu
ikan tersebut.
Pemandian Banyubiru pada jaman Belanda
2. Telaga
Rambut Monte Kab. Blitar
Telaga Rambut Monte di Desa Krisik,
Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, tak hanya menyimpan keindahan
nan asri dan alami. Obyek wisata yang juga cagar alam itu juga menjadi habitat
fauna air atau ikan-ikan yang spesiesnya tergolong purba. Jumlahnya ada lebih
dari 100 ekor. Yang paling besar memiliki panjang sekitar 30 centimeter.
Warnanya kelabu kecoklatan, bersisik tegas. Kepalanya lebih besar dari badannya
dengan di sekitar mulut berhias sulur. Fisiologinya perpaduan antara lele dan
hiu. Warga desa menyebutnya ikan sengkaring. Ada juga yang menamakan ikan dewa.
Dulunya ikan langka itu hanya hidup di satu titik mata air yang berupa
pemandian kecil. Ada kisah mitos bahwa kawanan ikan sengkaring yang hidup di
Telaga Rambut Monte itu bersifat metafisika atau gaib. Satwa air yang diyakini
berusia ratusan tahun itu dianggap beberapa orang merupakan penjelmaan
balatentara Majapahit. Karenanya, tidak ada satu pun warga yang berani
menangkap, apalagi menyantapnya. Suyono (67), warga setempat, bercerita bahwa
pernah ada warga yang mencoba menangkap dan mencoba memasakna. Konon, daging
ikan berubah menjadi minyak. Dan yang menyengat adalah adanya aroma amis darah.
Oleh sebagian warga cerita itu diyakini kebenaranya. Karenanya tidak ada yang
berani menangkap ikan di telaga.
3. Sungai
Janiah Nagari Tabek Panjang, Baso, Padang Sumatera Barat
Sungai Janiah bukanlah sebuah sungai
berair jernih, tapi hanya sebuah kolam ikan di belakang masjid. Terletak 3,5 km
dari sebeuah simpang sebelum Pasar Baso di tepi jalan raya
Bukittinggi-Payakumbuh kini dijadikan objek wisata.
Orang-orang disana hanya tahu
ikan-ikan tersebut sakti dan sudah ada sejak jaman dahulu. Penduduk sekitar
memiliki legenda bahwa nenek moyang ikan di sana berasal dari seseorang anak
perempuan. Di Sumatera Barat ikan ini dikenal sebagai ikan Semah atau gariang,
habitatnya di lubuk larangan yang masih terjaga hingga saat ini. Masyarakat
hanya boleh memanennya pada bulan bulan tertentu seperti bulan Maulid dimana
pagar gaib dari sungai dibuka oleh pemuka agama sehingga ikan tersebut bisa
diambil dan dimasak.
4.
Desa Rianate, Padang Sidimpuan,
Tapanuli Selatan
Disebut dengan ikan Jurung, sebuah
keajaiban bertahan selama hampir satu abad di desa Rianiate, Kecamatan
Pdangsidimpuan Barat, Tapanuli Selatan, ribuan ikan jurung berukuran 50 cm
dengan berat mencapai 2 kg lebih, hidup liar dalam sebuah sungai kecil dan dangkal
yang mengalir di belakang rumah penduduk. Bila kemarau tiba dan debit sungai
mengecil, hanya 1/3 dari tubuh ikan-ika tersebut terbenam dalam air. Tapi
penduduk tidak memakan atau mengganggunya. Sebuah kepercayaan keramat telah
menyelamatkan ikan jurung ini dari kepunahan.
Ikan Sengkaring pada saat ini sudah
mulai jarang ditemukan di sungai bahkan dibeberapa wilayah sungai sudah tidak
pernah dijumpai lagi dikarenakan kegiatan penangkapan yang berlebihan serta
penggunaan alat-alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan setrum,
peledak, potas atau racun. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian
Kelautan dan Perikanan telah secara intensif dari tahun 1997 melakukan
penelitian dan pengembangan ikan dewa yang dilakukan oleh Cijeruk Bogor Jawa
Barat. Dengan telah dikeluarkannya SK Menteri Kelautan dan Perikanan no. KEP.
66/MEN/2011 yang menyatakan bahwa Ikan Dewa atau nama latinnya ikan Tor soro/ Tor tambra telah diresmikan
sebagai ikan budidaya. Maka masyarakat sudah diperbolehkan mengembangkan dan
membudidayakannya untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan protein maupun untuk
tujuan komersial. Namun demikian hingga ini ketersediaan bibit ikan serta
pengetahuan yang berkaitan dengan teknik budidaya ikan sengkaring/ tambra ini
masih sangat terbatas.
Di Jakarta, Medan dan beberapa kota
besar ikan dewa menjadi menu special di Restoran Exclusive dengan harga per
porsinya bias mencapai Rp. 1.000.000,- untuk ukuran 1 kg. Harga ikan konsumsi
local cukup tinggi antara Rp. 80.000,- s.d Rp. 600.000,- / kg. Di mancanegara
di Malaysia di kenal sebagai ikan Kelah yang merupakan ikan konsumsi yang
sangat mahal, juga sebagai ikan hias yang hampir sekelas dengan ikan Arwana. Harga
di Malaysia RM 600 per kg. Harga export US $ 60-104/kg. Ikan ini memiliki nilai
ekonomis yang sangat tinggi, sehingga perlu untuk terus dikembangkan dan
dibudidayakan.
Ikan Sengkaring yang ada di Pemandian Banyu
Biru yang terletak di Desa Sumberrejo, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan
sampai saat ini belum pernah ada yang membudidayakannya. Oleh sebab itu UPT Pengembangan
Budidaya Air Tawar Umbulan berusaha untuk membudidayakannya melalui metode
domestikasi.
Tahapan
domestikasi
Terdapat empat tahapan domestikasi spesies
liar/ endemic lokal, yaitu :
1. Koleksi ikan endemic local yang hampir
punah
Dengan
cara mencari Ikan endemic local dan menginvetarisasi jenis-jenis ikan endemic
local. UPT PBAT Umbulan mulai mengkoleksi ikan Sengkaring mulai tahun 2011.
Sebanyak 10 ekor ikan Sengkaring dengan berat rata-rata 200 gram/ ekor kami
peroleh ikan Sengkaring yang ada di Pemandian Banyubiru, Winongan Pasuruan. Tidak
banyak memang ikan yang kami peroleh, karena ikan Sengkaring ini memang
dikeramatkan atau dilarang untuk diambil, namun dikarenakan kami ingin
mempelajari dan berusaha untuk membudidayakannya, maka kami diperbolehkan untuk
mengambil ikan Sengkaring tersebut.
2. Mempertahankan agar bisa tetap hidup
(survive) dalam lingkungan budidaya perairan (wadah terbatas, lingkungan
artificial dan terkontrol),
Dengan
cara merekayasa lingkungan wadah
pemeliharaan sehingga memiliki kualitas air yg bisa diterima oleh spesies liar
yg akan didomestikasi
Ikan Sengkaring ini telah dapat
beradaptasi di lingkungan kolam UPT PBAT Umbulan, ditandai dengan adanya
penyesuaian pakan dan tempay hidup dan tidak adanya kematian selama adaptasi.
3. Menjaga agar tetap bisa tumbuh,
Dengan cara merekayasa pakan
sehingga secara kuantitatif dan kualitatif bisa mendukung pertumbuhan somatic.
Ikan sengkaring yang dikoleksi pada
tahun 2011 ini dengan berat 200 gram/ ekor telah dapat tumbuh dengan baik di
kolam pemeliharaan UPT PBAT Umbulan. Pada saat ini, tahun 2016, telah mengalami
pertumbuhan dengan berat ikan sengkaring berkisar 500 – 1500 gram/ ekor.
4. Mengupayakan agar bisa berkembang biak
dalam lingkungan budidaya perairan
Dengan
cara merekayasa pakan untuk mendorong
terjadinya pertumbuhan generatif serta merekayasa lingkungan dan hormonal
yg berpengaruh terhadap proses vitelogenesis dan proses ovulasi.
Kegiatan pematangan dan pemijahan
ikan Sengkaring ini masih dalam proses penelitian. Upaya kegiatan pemijahan ikan
Sengkaring ini sudah dimulai pada tahun 2015 namun sampai saat ini belum
berhasil. Oleh sebab itu untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan telah
diupayakan oleh UPT PBAT Umbulan dengan mengirim 2 orang petugas teknis untuk
magang pada PT Biwanda Mitra Jasa di desa Kaang Tengah, ke. Cilongok,
Purwokerto, Jawa tengah yang telah berhasil mengembangkan budidaya ikan dewa
sejak tahun 2010.
Mantaap bu..Boleh bu staf nya di kirim ke kami, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya AIr Tawar, ikan senggaring di Instalasi kami Cijeruk sudah bisa memijah secara alami, kami melakukan reproduksi semi alami.
BalasHapustekuni terus...
salam.
Jojo Subagja
Terima kasih pak Jojo Subagja atas perhatiannya.
HapusKami akan mengagendakan untuk belajar ke tempat Bapak, mohon bimbingan dan arahannya.
Terima kasih.
Pingin belajar pembesaran ikan kan sengkaring 🙏🙏🙏
HapusIkan ini "sangkareng" bahasa kami jember lumajang, jg banyak populasinya di sepanjang aliran sungai bondoyudo wonorejo lumajang,favorit pemancing karna tarikannya dahsyat.
BalasHapusPerlu didukung budidaya ikan ini..
BalasHapusApakah ikan ini sama dengan masheer atau kancra, atau tombro atau ikan dewa ?
BalasHapusDimana bisa saya beli ikan sengkaring dewasa di Jawa Timur? mohon ino alamat dan telepon. Tksh.
BalasHapusDi kalimantan dikenal dengan nama ikan Hampala... Banyak ditemui di hulu-hulu sungai.
BalasHapusDi Sungai Sampean daerah Bondowoso juga menjadi habitat ikan sangkareng
BalasHapusBerapa harga benih dan indukannya?
BalasHapus